CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Tuesday, January 15, 2013

Panduan berhias menurut Islam


Panduan berhias menurut Islam dari segi mewarnakan rambut dan berinai adalah seperti berikut:


1. Mewarnakan rambutMewarnakan rambut dengan inai tidak salah dan dibenarkan Islam sebagaimana fatwa Yusuf Qadrawi : “Sebahagian dari perkara yang tergolong di dalam masalah perhiasan ialah mewarnakan rambut dan janggut yang telah beruban. Telah datang satu riwayat yang memperjelaskan bahawa orang-orang Yahudi dan Nasrani enggan mewarnakan rambut dan mengubahnya dengan beranggapan, antaranya berhias dan memperelok diri itu dapat menghindarkan erti peribadatan dalam agama. Sebagaimana yang dilakukan oleh para rahib dan ahli zuhud yang bersikap berlebih-lebihan”.

2. Warna rambut yang dibenarkan bagi orang tuaTidak dibenarkan menggunakan warna hitam untuk mewarnakan rambut yang telah beruban. Sabda Rasulullah SAW kepada Abu Qufahah yang beruban rambutnya “Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam” (HR Muslim).
3. Warna rambut yang dibenarkan bagi orang mudaOrang-orang yang lebih muda dari Abu Qufahah, tidak berdosa mewarnakan rambut dengan warna hitam. Dalam masalah ini al-Zuhri berkata “Kami mewarnakan rambut dengan warna hitam apabila wajah masih kelihatan muda, tetapi apabila wajah telah berkedut dan gigi telah goyang,kami tinggalkan warna hitam” (Fathul Bari).

4. Bahan untuk pewarna rambut“Sebaik-baik bahan yang digunakan untuk mewarnakan rambut yang beruban ialah pokok inai dan katam” (HR Tirmizi & Ashabussunan).
Katam ialah sejenis pokok yang tumbuh di Yaman yang mengeluarkan pewarna berwarna hitam kemerah-merahan.

5. Pewarna komersialApa-apa produk boleh digunakan selagi ia bebas dari najis dan tidak menghalang air untuk sampai ke anggota wuduk atau ketika mandi hadas.

6. Pemakaian inaiMuzakarah Jawatankuasa Majlis Fatwa Kebangsaan bersidang pada Oktober 2009 memutuskan pemakaian inai  pada kedua tangan dan kaki adalah diharuskan bagi wanita sama ada  sudah berkahwin atau belum selagi tidak menimbulkan fitnah.
Walau bagaimana pun ianya terhad pada pergelangan tangan atau kaki sahaja, dan warnanya tidak boleh yang bersifat kekal seperti tatu atau dari bahan-bahan yang meragukan.

7. Inai ukirInai ukir dibenarkan dengan syarat corak-coraknya adalah dari unsur daun dan tumbuh-tumbuhan. Tidak dibenarkan menggunakan corak haiwan, watak dewa dewi atau ajaran dan apa jua lambang yang bertentangan dengan ajaran Islam.

8. Pewarna kukuPewarna kuku (cutex) diharamkan kerana ia menghalang air wuduk untuk sampai. Sebaliknya penggunaan daun inai diharuskan sekiranya berniat berhias untuk suami. Lagipun daun inai banyak khasiatnya.
 Penggunaan pewarna rambut untuk tujuan mewarna mestilah menepati tiga syarat iaitu :
-  Boleh menyerap air supaya air sembahyang dan mandi wajib sah.
- Tidak mengandungi bahan yang kemudaratan pada kulit ,
-  Bahan tidak bercampur dengan najis.
Nabi SAW bersabda : “Barang siapa yang mewarnakan rambutnya dengan warna hitam, nescaya Allah akan menghitamkan wajahnya di akhirat kelak” (Al-Haithami, bagaimanapun Ibnu Hajar berkata seorang perawinya agak lemah, bagaimanapun rawi tersebut diterima oleh Imam Yahya Mai’en dan Imam Ahmad).

Kesimpulan 
a) Hadis larangan adalah menujukan kepada larangan penipuan umur yang tua akibat tua dan uban maka dihitamkan bagi kelihatan lebih muda. Tidak kira dari kalangan lelaki mahupun perempuan. Ia dilarang oleh Islam.
b) Adapun hadis yang mengharuskan adalah dalam keadaan dan sebab-sebab yang diiktiraf oleh syarak, seperti perang bagi menakutkan musuh, ataupun ia tidak mengandungi unsur penipuan, seperti merawat penyakit dan lain-lain.

Artikel disunting dari sumber : Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM)
                                                      Jabatan Agama Islam Wilayah Persekutuan
                                                      Laman Web Halaqah

Penampilan Seorang Muslim


Penampilan Seorang Muslim
Syaikh Ibnu Utsaimin
Pertanyaan:
Kami melihat beberapa orang yang taat beragama, menyepelekan kebersihan mereka. Apabila mereka ditanya tentang hal itu, mereka menjawab sesungguhnya kelusuhan/kekotoran sebagian dari iman. Kami sangat mengharapkan penjelasan kalian, sejauh mana kebenaran ucapan mereka? Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas kebaikan kepada kalian.
Jawaban:Mestinya bagi manusia adalah selalu indah dalam berpakaian dan penampilan, sebatas kemampuan; karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala para sahabat berbicara tentang takabur (sombong), mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya seorang laki-laki senang kalau sandal dan bajunya bagus.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ اْلجَمَالَ

“Sesungguhnya Allah Maha Indah serta menyukai keindahan.”
 [1]
Maksudnya menyukai memperindah diri. Beliau tidak mengingkari mereka yang menyukai pakaian dan sandal bagus, namun langsung bersabda, “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala Maha Indah serta menyukai keindahan.” Maksudnya menyukai memperindah diri. Dan berdasarkan hal itulah kami mengingatkan, “Sesungguhnya pengertian hadits ‘Sesungguhnya kelusuhan/kekotoran sebagian dari iman’ adalah bahwa manusia tidak menyusahkan diri dengan berbagai hal. Apabila segala sesuatu itu tidak dipaksakan, tetapi datang dengan dasar-dasarnya, sesungguhnya ia membawakan nash ini atas nash yang telah saya berikan tadi yaitu: bahwa keindahan adalah perkara yang disukai Allah Subhanahu Wa Ta’ala . Tetapi dengan syarat tidak sampai israf (berlebih-lebihan) dan tidak turun ke derajat yang seharusnya ada pada laki-laki.
Footnote:
[1] Muslim dalam al-Iman (91).
Rujukan:
Dari Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3,

hukum wanita bekerja di luar rumah??


HUKUM WANITA BEKERJA DI LUAR RUMAH
بسم الله الرحمن الرحيم
Bolehkan bagi wanita bekerja di luar rumahnya?
Jawab:
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله، والصلاة والسلام على محمد وآله أجمعين، أما بعد:
Allah Ta’ala bekata:
{وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى } [الأحزاب: 33]
“Dan hendaklah kalian tetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu”. (Al-Ahzab: 33).
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwasanya putri-putri Adam (para wanita) pada asalnya menetap di dalam rumahnya dan mereka bekerja dengan pekejaan yang ada di rumah, adapun yang berkaitan dengan bekerja di luar rumah maka syaratnya bila tidak ada unsur penyelisihan syai’at, seperti ikhtilat, menampakan aurat dan berselok (berhias) serta penyelisihan lainnya. Apa yang kami sebutkan ini telah ada contohnya dari pendahulu wanita shalihah yaitu dua putri dari seseorang yang shalih, Allah Ta’ala bekata tentang kisah keduanya:
{وَلَمَّا وَرَدَ مَاءَ مَدْيَنَ وَجَدَ عَلَيْهِ أُمَّةً مِنَ النَّاسِ يَسْقُونَ وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأَتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لَا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ (23) فَسَقَى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلَّى إِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ (24) فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ قَالَتْ إِنَّ أَبِي يَدْعُوكَ لِيَجْزِيَكَ أَجْرَ مَا سَقَيْتَ لَنَا فَلَمَّا جَاءَهُ وَقَصَّ عَلَيْهِ الْقَصَصَ قَالَ لَا تَخَفْ نَجَوْتَ مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (25) } [القصص: 23 - 26]
“Dan tatkala beliau (Nabi Musa) sampai di sumber air negri Madyan beliau menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan beliau menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Beliau (Musa) berkata: “Apakah maksud kalian bedua (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan bapak kami adalah syaikh (orang tua) yang telah lanjut usianya”. Maka beliau memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian beliau kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Robbku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”. Kemudian datanglah kepada beliau salah seorang dari kedua wanita itu berjalan dengan rasa malu, dia berkata: “Sesungguhnya bapakku mengundangmu agar dia memberikan balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami”. Maka tatkala Musa mendatangi bapak keduanya dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), maka dia berkata: “Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu”. (Al-Qashshash: 23-26).
Dari ayat tersebut dapat kita tarik suatu hukum dan pelajaran diantaranya:
Pertama: Dua wanita tersebut bekerja di luar rumah karena bapak keduanya sudah sangat tua yang tidak bisa lagi mencarikan penghidupan melainkan hanya keduanya, adapun pada zaman ini kedua orang tuanya memiliki kemampuan atau sebagai hartawan namun putri-putrinya diperintahkan untuk keluar rumah baik dalam rangka untuk kuliah di daerah lain atau untuk belajar agama di TN kemudian setelah itu dibantu untuk mencarikan pekerjaan.

Kedua: Dua wanita tersebut menjaga jarak dari para pengembala supaya tidak terjadi ikhtilat (campur baur antara pria-wanita), adapun wanita sekarang berja di dalam ruangan atau pabrik yang bercampur baur antara pria dan wanita dan bahkan saling bersentuhan.
Ketiga: Seseorang dari dua wanita tersebut datang ke Nabi Musa ‘Alaihis Sallam dengan penuh rasa malu, adapun zaman sekarang tidak ada lagi rasa malu, supaya bisa menjadi pengajar di TN atau di Pendidikan Guru TK para wanita siap ikut wawancara dengan bapak-bapak TN atau bapak-bapak PGTK. Atau kalau mereka sudah menjadi guru TN tiba-tiba sakit atau kesurupan jin maka bapak-bapak TN dengan tanpa malu bertindak sebagai mahrom kontrakan mengantar ke RS atau dia meruqyahnya tanpa ada mahrom sesungguhnya yang mendampinginya.
Di dalam “Ash-Shahihain” dari hadits Asma’ bintu Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anha bahwasanya dia memikul bahan makanan (korma, anggur atau yang semisalnya) di atas kepalanya, dibawa dari kebun suaminya Az-Zubair, dia berkata:
فَلَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ إِخْ إِخْ لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسِيرَ مَعَ الرِّجَالِ وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ وَكَانَ أَغْيَرَ النَّاسِ فَعَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي قَدْ اسْتَحْيَيْتُ فَمَضَى فَجِئْتُ الزُّبَيْرَ فَقُلْتُ لَقِيَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى رَأْسِي النَّوَى وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ فَأَنَاخَ لِأَرْكَبَ فَاسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ
“Aku menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bersamanya sekelompok orang-orang dari Anshar maka beliau memanggilku kemudian berkata: “Ikh, ikh” untuk menaikan aku di belakangnya, maka aku malu untuk berjalan bersama para lelaki, aku teringat Az-Zubair yang pencemburu, dan beliau adalah orang yang paling pencemburu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengetahui bahwa saya sungguh pemalu, lalu beliau lewat. Kemudian aku mendatangi Az-Zubair lalu aku berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjumpaiku dan di atas kepalaku ada bahan-bahan makanan, bersama beliau sekelompok para shahabatnya maka beliau memanggilku untuk naik (di kendaraannya), aku malu darinya karena aku mengetahui kecemburuanmu”.
Dari hadits tersebut dapat kita tarik suatu hukum dan pelajaran diantaranya:
Pertama: Asma’ tidak mau ikut naik di kendaraan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena teringat kecemburuan suaminya, dari sisi syari’at dia boleh untuk naik di belakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kedudukannya di tengah-tengah umatnya seperti kedudukan seorang bapak terhadap anak-anaknya.
Kedua: Asma’ tidak ikut naik karena rasa malu, adapun sekarang ini seorang wanita pergi ke tempat kerja naik ojek atau naik mobil penumpang duduk bersampingan dengan para pria yang bukan mahromnya, dia tidak memikirkan kecemburuan suaminya, begitu pula suaminya tidak cemburu dengan nasib istrinya.
Ketiga: Asma’ tidak ikut Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para shahabatnya karena tidak mau ikhtilat dan tidak mau jalan bersama mereka.
Keempat: Asma’ tidak ikut naik karena kesetiaannya terhadap suaminya, adapun sekarang para wanita tidak lagi memberikan hak-hak suaminya, bahkan terbalik, istrinya pergi mengajar di TN suaminya mengajar di Pondok Pesantren, ternyata yang pulang duluan suaminya, akhirnya suaminya pun memasak untuk istrinya, belum lagi nasib anak-anak mereka, yang pada akhinya mereka menyerahkan putri-putri mereka di TN yang akibatnya mereka rusak di dalam rumah, begitu pula putri-putri mereka rusak di luar rumah, maka tidakkah seorang suami atau seorang bapak untuk banyak-banyak merenungi perkataan Allah Ta’ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ } [التحريم: 6]
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (At-Tahrim: 6).
Demikian pula dibolehkannya bekerja di luar rumah bagi wanita dengan syarat bila dia tidak menerlantarkan kewajibannya di dalam rumah, misalnya dia bekerja di tempat yang bebas dari penyelisihan syari’at pada permasalahan yang telah disebutkan namun ternyata dia meninggalkan kewajibannya di rumah; di rumah dia meninggalkan anak-anaknya atau tidak melayani suaminya lantaran keluar bekerja; misalnya dia bekerja sebagai pengajar di sekolah Kebidanan, namun di rumahnya sudah kacau balau, anak-anaknya tidak terurusi, suaminya kembali dari tempat kerja tidak ada yang melayaninya, begitu pula kewajiban-kewajiban di dalam rumah yang lainnya terlantarkan maka bila seperti ini keadaanya, maka pekerjaannya di luar rumah tersebut menjadi terlarang (harom) baginya karena sebabnya melalaikan dia dari kewajibannya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan seorang wanita adalah pemimpin (penanggung jawab) di rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepempimpinannya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari hadits Ibnu Umar).
Wallahu A’lam wa Ahkam.
Dijawab oleh: Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbory –Saddadahullah- di ‘Uzzab-Darul Hadits As-Salafiyyah Dammaj-Sho’dah-Yaman pada hari Kamis 15 Rabiuts Tsany 1433 Hijriyyah.

~_~ Rabiatul Adawiyah~_~

RABI'AH AL ADAWIYAH

Rabi’ah binti Ismail al-Adawiyah tergolong wanita sufi yang terkenal dalam sejarah Islam. Dia dilahirkan sekitar awal kurun kedua Hijrah berhampiran kota Basrah di Iraq. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang miskin dari segi kebendaan namun kaya dengan peribadatan kepada Allah. Ayahnya pula hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan.

Pada akhir kurun pertama Hijrah, keadaan hidup masyarakat Islam dalam pemerintahan Bani Umaiyah yang sebelumnya terkenal dengan ketaqwaan telah mulai berubah. Pergaulan semakin bebas dan orang ramai berlumba-lumba mencari kekayaan. Justeru itu kejahatan dan maksiat tersebar luas. Pekerjaan menyanyi, menari dan berhibur semakin diagung-agungkan. Maka ketajaman iman mulai tumpul dan zaman hidup wara’ serta zuhud hampir lenyap sama sekali.

Namun begitu, Allah telah memelihara sebilangan kaum Muslimin agar tidak terjerumus ke dalam fitnah tersebut. Pada masa itulah muncul satu gerakan baru yang dinamakan Tasawuf Islami yang dipimpin oleh Hasan al-Bashri. Pengikutnya terdiri daripada lelaki dan wanita. Mereka menghabiskan masa dan tenaga untuk mendidik jiwa dan rohani mengatasi segala tuntutan hawa nafu demi mendekatkan diri kepada Allah sebagai hamba yang benar-benar taat.

Bapa Rabi’ah merupakan hamba yang sangat bertaqwa, tersingkir daripada kemewahan dunia dan tidak pernah letih bersyukur kepada Allah. Dia mendidik anak perempuannya menjadi muslimah yang berjiwa bersih. Pendidikan yang diberikannya bersumberkan al-Quran semata-mata. Natijahnya Rabi’ah sendiri begitu gemar membaca dan menghayati isi al-Quran sehigga berjaya menghafal kandungan al-Quran. Sejak kecil lagi Rabi’ah sememangnya berjiwa halus, mempunyai keyakinan yang tinggi serta keimanan yang mendalam.

Menjelang kedewasaannya, kehidupannya menjadi serba sempit. Keadaan itu semakin buruk setelah beliau ditinggalkan ayah dan ibunya. Rabi’ah juga tidak terkecuali daripada ujian yang bertujuan membuktikan keteguhan iman. Ada riwayat yang mengatakan beliau telah terjebak dalam kancah maksiat. Namun dengan limpah hidayah Allah, dengan asas keimanan yang belum padam di hatinya, dia dipermudahkan oleh Allah untuk kembali bertaubat. Babak-babak taubat inilah yang mungkin dapat menyedar serta mendorong hati kita merasai cara yang sepatutnya seorang hamba brgantung harap kepada belas ihsan Tuhannya.

Marilah kita teliti ucapan Rabi’ah sewaktu kesunyian di ketenangan malam ketika bermunajat kepada Allah:

“Ya Allah, ya Tuhanku. Aku berlindung diri kepada Engkau daripada segala yang ada yang boleh memesongkan diri daripada-Mu, daripada segala pendinding yang boleh mendinding antara aku dengan Engkau!

“Tuhanku! bintang-bintang telah menjelma indah, mata telah tidur nyenyak, semua pemilik telah menutup pintunya dan inilah dudukku di hadapan-Mu.

“Tuhanku! Tiada kudengar suara binatang yang mengaum, tiada desiran pohon yang bergeser, tiada desiran air yang mengalir, tiada siulan burung yang menyanyi, tiada nikmatnya teduhan yang melindungi, tiada tiupan angin yang nyaman, tiada dentuman guruh yang menakutkan melainkan aku dapati semua itu menjadi bukti keEsaan-Mu dan menunjukkan tiada sesuatu yang menyamai-Mu.

“Sekelian manusia telah tidur dan semua orang telah lalai dengan asyik maksyuknya. Yang tinggal hanya Rabi’ah yang banyak kesalahan di hadapan-Mu. Maka moga-moga Engkau berikan suatu pandangan kepadanya yang akan menahannya daripada tidur supaya dia dapat berkhidmat kepada-Mu.”

Rabi’ah juga pernah meraung memohon belas ihsan Allah SWT:

“Tuhanku! Engkau akan mendekatkan orang yang dekat di dalam kesunyian kepada keagungan-Mu. Semua ikan di laut bertasbih di dalam lautan yang mendalam dan kerana kebesaran kesucian-Mu, ombak di laut bertepukan. Engkaulah Tuhan yang sujud kepada-Nya malam yang gelap, siang yang terang, falak yang bulat, bulan yang menerangi, bintang yang berkerdipan dan setiap sesuatu di sisi-Mu dengan takdir sebab Engkaulah Tuhan Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa.”

Setiap malam begitulah keadaan Rabi’ah. Apabila fajar menyinsing, Rabi’ah terus juga bermunajat dengan ungkapan seperti:

“Wahai Tuhanku! Malam yang akan pergi dan siang pula akan mengganti. Wahai malangnya diri! Apakah Engkau akan menerima malamku ini supaya aku berasa bahagia ataupun Engkau akan menolaknya maka aku diberikan takziah? Demi kemuliaan-Mu, jadikanlah caraku ini kekal selama Engkau menghidupkan aku dan bantulah aku di atasnya. Demi kemuliaan-Mu, jika Engkau menghalauku daripada pintu-Mu itu, nescaya aku akan tetap tidak bergerak juga dari situ disebabkan hatiku sangat cinta kepada-Mu.”

Seperkara menarik tentang diri Rabi’ah ialah dia menolak lamaran untuk berkahwin dengan alasan:

“Perkahwinan itu memang perlu bagi sesiapa yang mempunyai pilihan. Adapun aku tiada mempunyai pilihan untuk diriku. Aku adalah milik Tuhanku dan di bawah perintah-Nya. Aku tidak mempunyai apa-apa pun.”

Rabi’ah seolah-olah tidak mengenali yang lain daripada Allah. Oleh itu dia terus-menerus mencintai Allah semata-mata. Dia tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk mencapai keredaan Allah. Rabi’ah telah mempertalikan akalnya, pemikirannya dan perasaannya hanya kepada akhirat semata-mata. Dia sentiasa meletakkan kain kapannya di hadapannya dan sentiasa membelek-beleknya setiap hari.

Selama 30 tahun dia terus-menerus mengulangi kata-kata ini dalam sembahyangnya:

“Ya Tuhanku! Tenggelamkanlah aku di dalam kecintaan-Mu supaya tiada suatupun yang dapat memalingkan aku daripada-Mu.”

Antara syairnya yang masyhur berbunyi:

“Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun, 
Tiada selain Dia di dalam hatiku mempunyai tempat manapun, 
Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan peribadiku sekalipun, 
Akan tetapi Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau sedetik pun.”

Rabi’ah telah membentuk satu cara yang luar biasa di dalam mencintai Allah. Dia menjadikan kecintaan pada Ilahi itu sebagai satu cara untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia memulakan fahaman sufinya dengan menanamkan rasa takut kepada kemurkaan Allah seperti yang pernah diluahkannya:

“Wahai Tuhanku! Apakah Engkau akan membakar dengan api hati yang mencintai-Mu dan lisan yang menyebut-Mu dan hamba yang takut kepada-Mu?”

Kecintaan Rabi’ah kepada Allah berjaya melewati pengharapan untuk beroleh syurga Allah semata-mata.

“Jika aku menyembah-Mu kerana takut daripada api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu kerana tamak kepada syurga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembah-Mu kerana kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”

Begitulah keadaan kehidupan Rabi’ah yang ditakdirkan Allah untuk diuji dengan keimanan serta kecintaan kepada-Nya. Rabi’ah meninggal dunia pada 135 Hijrah iaitu ketika usianya menjangkau 80 tahun. Moga-moga Allah meredainya, amin!

Sekarang mari kita tinjau diri sendiri pula. Adakah kita menyedari satu hakikat yang disebut oleh Allah di dalam Surah Ali Imran, ayat 142 yang bermaksud:

“Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang yang sabar.”

Bagaimana perasaan kita apabila insan yang kita kasihi menyinggung perasaan kita? Adakah kita terus berkecil hati dan meletakkan kesalahan kepada insan berkenaan? Tidak terlintaskah untuk merasakan di dalam hati seumpama ini:

“Ya Allah! Ampunilah aku. Sesungguhnya hanya Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya kasih-Mu yang abadi dan hanya hidup di sisi-Mu sahaja yang berkekalan. Selamatkanlah aku daripada tipu daya yang mengasyikkan.”

Sesungguhnya apa juga lintasan hati dan luahan rasa yang tercetus daripada kita bergantung kepada cara hati kita berhubung dengan Allah. Semakin kita kenali keluhuran cinta kepada Allah, maka bertambah erat pergantungan hati kita kepada Allah serta melahirkan keyakinan cinta dan kasih yang sentiasa subur.

Lanjutan itu jiwa kita tidak mudah berasa kecewa dengan gelagat sesama insan yang pelbagai ragam. Keadaan begini sebenarnya terlebih dahulu perlu dipupuk dengan melihat serta merenungi alam yang terbentang luas ini sebagai anugerah besar daripada Allah untuk maslahat kehidupan manusia. Kemudian cubalah hitung betapa banyaknya nikmat Allah kepada kita.

Dengan itu kita akan sedar bahawa kita sebenarnya hanya bergantung kepada Allah. Bermula dari sini kita akan mampu membina perasaan cinta terhadap Allah yang kemudian mesti diperkukuhkan dengan mencintai titah perintah Allah. Mudah-mudahan nanti kita juga akan menjadi perindu cinta Allah yang kekal abadi.

~Al-quran wa As-aunnah~

Assalamualaikum wbt....

sebagai seorang muslim ,bila kita dengar Al-quran dan As-sunnah pasti hati dan fikiran akan kata ia merupakan suatu panduan untuk kehidupan kita menuju jalan pulang ya'ni akhirat...

cuba sahabt fikir,adakah setiap yang kita lakukan itu adalah menurut apa yang diajar oleh Baginda Rasulullah s.a.w.???
adakah setiap perbuatan kita dimulakan dengan mengingati Allah dan mengikuti amalan Rasulullah?
mungkin ada yang kita ikut dan yang sebalik.Ana juga tidak menafikannya sebab kita hanya manusia biasa.

sifat malas dan tanggungjawab memang susah untuk kita lari dan sukar juga untuk kita lakukan sebaiknya.Hanya hamba Allah yang benar taat setia dan beriman kepadaNya yang kuat menghadapi dan menerima amanah dariNya dengan sebaik mungkin..Adakah kita?wallahualam...

sebenarnya,selepas kewafatan Baginda Rasulullah s.a.w,Agama Allah (islam) sudah lengkap(shumul)..
Apa yang menimpa kita hari ini yang mmbuatkan kadang2 kita rasa berputus asa,sebenarnya salah kerana ada jalanNya yang perlu kita cari dan selidiki.

Allah swt tak suka kepada hambaNya yang mudah lemah dan jatuh.malah,Dia suruh kita berusaha mencari petunjukNya melalui kalamullah dan sabda Rasulullah..kita juga boleh lihat kehidupan dan ujian yg diberi semasa zaman para anbiya' juga.Banyak sangat perbezaan kita dengan mereka.Adakah kita menyedarinya?

ilmu dan amal itu sangat penting.Ditambah pula dengan keyakinan yang benar-benar mantap kepada takdirullah ya'ni ketetapan Allah swt.sedi,marah,gembira,sakit,perit,bahigia,semua itu ujian dari Allah.sedangkan,di sekeliling kita juga adalah ujian semata-mata..itupun hanya bagi yang menyedarinya shaja.insyaAllah...

Islam itu sendiri sangat indah dan teratur..ikutilah dengan sebaiknya.insyaAllah selamat dunia dan akhirat.Dunia ini hanya pinjaman.dunia ini ibarat perjalanan kita untuk menuju ke akhirat..

perbanyakkan muhasabah diri,mmbaca Al-quran,solat yang menghubungkan kita denganNya...kemanisan iman yang dirasai mungkian tidak akan memisahkan kita dengan agama Allah..malah,lagi mendekatkan dan mengajar kita..

cinta Allah cinta abadi
cinta Rasulullah yang sangat setia kepada Illahi
insyaAllah bahagia menanti...wallahualm

jika saya salah tolong berikn tunjuk ajar kerana saya juga masih mencari jalan kehidupan yg direhai,insyaAllah...

~ukhuwwah~


UKHUWWAH ITU AMAT SUKAR DITAFSIR.....

Apa yang kita faham tentang ukhuwwah ini?
-ukhuwwah ini merupakan satu ikatan persaudaraan antara sesama manusia(mualim)..Ia sangat indah jika si pelaku memahami apa yg diperlukn sndiri dlm persaudaraan ini.yang diperlukan adalah 3 perkra:
                   
                                              1)ta'aruf(kenal-mengenali)
                                              2)ta'awun(tolong-menolong)
                                              3)takaful(bertolak ansur)

sahabt yang baik adalah yang apabila melihatnya,hati tenang  dan serta merta mengingati Allah yang Maha Pencipta...apabila kita bersembang dengannya,dia membawa aura yang positif pada kita..kata2nya yang mencuit hati,kadang mmbawa kita langkah untuk berubah.pandangannya juga berbeza dengan yang lain.

mungkin saat kita difitnah,orang di sekaliling kita menyatakan yg negatif pada kita.yang membuatkan hati dan fikiran tidak menentu.tetapi dengan kehadirannya,dia mengubah perspektif kita.dia mengajak kita untuk bangkita kembali.dia mengajar kita supaya bersabar dan solat.

saat kita susah,dia juga akan turut susah bersama kita.saat kita senang,dia juga akan turut senang bersama kita.

buat sahabat sekalian,
jangan kudustai takdirmu...
hargailah dia yang berada di depan matamu..jangan kau cari yang lebih gah berbanding dengannya..
kita hanya manusia biasa,kita tak mmpu menilai sesuatu yang di luar jangkaanNya..
mungkin orang yang kamu benci adalah sahabt karibmu suatu hari kelak.
mungkin orang yang kamu sanjungi menjadi musuhmu kelak..
perbaikilah diri..banyakkan berdoa..insyaAllah
Allah akan mmberikan sahabat yang terbaik untuk kita,
yang dapat membimbing dan mengingati Allah...AllahummaAmin..^_^